IMAN, ISLAM, DAN IHSAN
DISUSUN
OLEH:
TRIYONO
B.
1310348
FAKULTAS
ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS
DJUANDA BOGOR
2013/
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Iman,
Islam dan Ihsan. Tiap-tiap tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya.
Jika Islam dan Iman disebut secara bersamaan, maka
yang dimaksud Islam adalah amalan-amalan yang tampak dan mempunyai lima rukun.
Sedangkan yang dimaksud Iman adalah amal-amal batin yang memiliki enam rukun.
Dan jika keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka masing-masing menyandang makna
dan hukumnya tersendiri.
Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan
disebut muhsin berarti orang yang berbuat baik. Setiap perbuatan yang baik yang
nampak pada sikap jiwa dan prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah da
syariat Islam disebut Ihsan. Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua
pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut akhlaqul
karimah.
B.
Rumusan Masalah
1. Mengetahui Hakikat Iman?
2. Mengetahui Hakikat Islam?
3. Mengetahui Hakikat Ikhsan?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Hakikat Iman
Iman itu tidak sekedar percaya, iman adalah seni memahami sepenuh hati dan
keyakinan, bahwasannya segala detail
yang terjadi disetiap detik kedipan mata,
disetiap desiran keinginan yang melintasi langit - langit dihati kita, setiap luka, kesedihan, goresan – goresan
yang menyayat hati itu semuanya telah tertulis dalam perencanaan dan
pengetahuan serta pengawasan dan ketentuan takdir Allah subhannahu wa Ta’ala
yang sempurna. [1] Sedangkan keimanan dalam
Islam itu sendiri adalah percaya kepada Allah, malaikat-malaikatNya,
kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, hari akhir dan berIman kepada takdir baik dan
buruk. Iman mencakup perbuatan, ucapan
hati dan lisan, amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman
bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
Saat iman di dalam hati manusia itu kuat dan stabil,
maka kita akan merasakan energi iman yang luar biasa. Keberadaannya tidak hanya
mampu meredam berbagai gejolak tapi mampu menundukkan jiwa, ia mampu mengubah
semua nuansa hati yang cenderung mengeluh lalu mengarahkannya kepada suasana
bahagia dalam jalan yang lurus dan diridhai. Iman yang kokoh sesungguhnya
dibangun di atas keyakinan, dan keyakinan itu dibangun di atas ilmu. Ibarat air
yang mengalir ke lautan, ilmu adalah hal yang akan mengantar kita kepada
pengenalan dan pemahaman. Pemahaman yang kokoh inilah yang akan membuat jiwa
seorang muslim senantiasa tegar dan tidak mutah patah.
Jika kita mampu mengingat bahwa keseluruhan peristiwa
itu ada dalam kendali Allah, maka hati itu akan terarah untuk bersyukur atas
berbagai sapaanNya. Saat tingkat kesadaran kita dalam tahap itu, Insya Allah
kita akan mampu bersyukur. Jika iman kita terjaga maka akan terbentuk cahaya di
hati kita.
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Iman paling afdhol ialah apabila kamu
mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu di manapun kamu berada. “ [2]
Keimanan tidak terpisah dari amal, karena amal
merupakan buah keImanan dan salah satu indikasi yang terlihat oleh
manusia. Karena itu Alloh menyebut Iman dan amal soleh secara beriringan
dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4 Allah Subhannahu wa Ta’ala
berfirman :
Artinya: “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya,
bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal,
(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari
rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benar-nya.” (Al-Anfal / 8: 2-4)
Sedangkan dalam Islam sendiri jika membahas mengenai
Iman tidak akan terlepas dari adanya rukun Iman yang enam, yaitu:
1) Iman kepada Allah
Di mana tauhid adalah hal pertama yang harus tertanam
kuat di dalam diri kita. Karena pondasi tauhid yang lemahmembuat pilar – pilar
iman kita melemah.
2) Iman kepada malaikatNya
Dengan beriman kepada malaikat membuat diri kita
senantiasa merasa bahwa aktifitas keseharian kita ada yang selalu mencatat dan
melaporkan catatan amal kita pada Allah.
3) Iman kepada kitabNya
Dengan menekuni, mengimani dan mengambil intisari dan
terus mempelajari al – Quran kita akan menemukan kembali energi iman yang
meneduhkan jiwa.
4) Iman kepada rosulNya
Kita sebagai umat akhir jaman telah diperintahkan
untuk belajar dan meneladani serta mengikuti titah rasulullah sebagai lentera
digelapnya kehidupan. Mengimani berarti menumbuhkan kepercayaan bahwa dalam
setiap anjurannya terdapat kebaikan.
5) Iman kepada hari akhir / kiamat
Kiamat yang harus kita imani bukan hanya kiamat besar
yang menandai berakhirnya kehidupan di alam semesta dan bumiNya. Tetapi juga
kiamat kecil yang berupa kematian, dengan mengingat kematian senantiasa kita
akan bersegera menyiapkan bekal untuk kehidupan akhirat yang kekal.
6) Iman kepada takdir
Mengimani takdir adalah pilar iman yang terakhir, di
mana ketika kita mencapai tahapan iman hingga tahap 6 ini, Insya Allah
sempurnalah iman kita.
Demikianlah kriteria amalan hati dari pribadi yang
berIman, yang jika telah tertanam dalam hati seorang mukmin enam keImanan itu
maka akan secara otomatis tercermin dalam prilakunya sehari - hari yang sinergi
dengan kriteria keImanan terhadap enam poin di atas.
Jika Iman adalah suatu keadaan yang bersifat dinamis,
maka sesekali didapati kelemahan Iman, maka yang harus kita lakukan adalah
memperkuat segala lini dari hal-hal yang dapat memperkuat Iman kembali. Hal-hal
yang dapat dilakukan bisa kita mulai dengan memperkuat aqidah, serta ibadah
kita karena Iman bertambah karena taat dan berkurang karena maksiat.
Ketika Iman telah mencapai taraf yang diinginkan maka
akan dirasakan oleh pemiliknya suatu manisnya Iman, sebagaImana hadits Nabi
Muhammad saw. yang artinya:
“Tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri
seseorang, maka ia akan merasakan manisnya Iman: Menjadikan Alloh dan RosulNya
lebih dicintainya melebihi dari selain keduanya, mencintai seseorang yang tidak
dicintainya melainkan karena Alloh, membenci dirinya kembali kepada kekufuran
sebagaImana bencinya ia kembali dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR.Bukhori Muslim).
2.
Hakikat Islam
Islam bersal dari kata, as-salamu, as-salmu,
danas-silmu yang berarti: menyerahkan diri, pasrah, tunduk, dan
patuh. Berasal dari kata as-silmu atau as-salmu yang
berarti damai dan aman. Berasal dari kata as-salmu, as-salamu, dan as-salamatu
yang berarti bersih dan selamat dari kecacatan-kecacatan lahir dan batin.
Pengertian Islam menurut istilah yaitu, sikap
penyerahan diri (kepasrahan, ketundukan, kepatuhan) seorang hamba kepada
Tuhannya dengan senantiasa melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya,
demi mencapai kedamaian dan keselamatan hidup, di dunia maupun di akhirat.
“...Islam yaitu : hendaklah engkau bersaksi tiada sesembahan yang haq
disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utussan Allah.
Hendaklah engkau mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan,
dan mengerjakan haji ke rumah Allah jika engkau mampu mengerjakannya...
Siapa saja yang menyerahkan diri sepenuhnya hanya
kepada Allah, maka ia seorang muslim, dan barang siapa yang menyerahkan diri
kepada Allah dan selain Allah maka ia seorang musyrik, sedangkan seorang yang tidak menyerahkan diri kepada
Allah maka ia seorang kafir yang sombong.[3]
Semua ajaran Islam itu mudah, baik dalam masalah
aqidah, akhlak, mua’amalah, dan lainnya. Karena dasar aqidah kembali pada rukun
iman yang enam, merupakan aqidah yang benar. Aqidah yang dapat menenteramkan
hati, mengantar orang yang meyakininya menuju tujuan yang paling mulia dan
tuntutan yang paling utama. Dalam QS. Al Hajj / 22:78 Allah Subhannahu wa
Ta’ala berfirman :
Artinya : “...
dan tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama ... “ (QS. Al Hajj / 22:7)
Berkaitan dengan Islam sebagai agama, maka tidak dapat
terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya yaitu berupa rukun Islam, yaitu:
1) Membaca dua
kalimat Syahadat
2) Mendirikan
sholat lima waktu
3) Menunaikan zakat
4) Puasa Ramadhan
5) Haji ke Baitullah
jika mampu.
3.
Hakikat Ihsan
Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan
disebut muhsin berarti orang yang berbuat baik. Setiap perbuatan yang baik yang
nampak pada sikap jiwa dan prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah dan
syariat Islam disebut Ihsan. Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua
pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah[4]
Adapun dalil mengenai Ihsan dari hadits adalah
potongan hadits Jibril yang sangat terkenal (dan panjang), seperti yang
diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, ketika nabi ditanya mengenai Ihsan oleh
malaikat Jibril dan nabi menjawab:
…أَنْ تَعْبُدَ اللّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإنْ لَمْ
تَكُنْ تَرَاهُ فَإنَّهُ يَرَاكَ…
“…Hendaklah engkau beribadah kepada
Allah seolah-olah engkau melihatNya. Tapi jika engkau tidak melihatNya, maka
sesungguhnya Allah melihatmu...
Hadits tersebut menunjukan bahwa untuk melakukan
Ihsan, sebagai rumusnya adalah memposisikan diri saat beribadah kepada Allah
seakan-akan kita bisa melihatNya, atau jika belum bisa memposisikan seperti itu
maka posisikanlah bahwa kita selalu dilihat olehNya, sehingga akan muncul
kesadaran dalam diri untuk tidak melakukan tindakan selain berbuat Ihsan
atau berbuat baik.
Hubungan Iman, Islam, dan Ihsan
Diatas telah dibahas tentang ketiga hal tersebut,
disini, akan dibahas hubungan timbal balik antara ketiganya. Iman yang
merupakan landasan awal, bila diumpamakan sebagai pondasi dalam
keberadaan suatu rumah, sedangkan islam merupakan entitas yang berdiri
diatasnya. Maka, apabila iman seseorang lemah, maka islamnya pun akan condong,
lebih - lebih akan rubuh. Dalam
realitanya mungkin pelaksanaan sholat akan tersendat-sendat, sehingga tidak
dilakukan pada waktunya, atau malah mungkin tidak terdirikan. Zakat tidak
tersalurkan, puasa tak terlaksana, dan lain sebagainya. Sebaliknya, iman akan
kokoh bila islam seseorang ditegakkan. Karena iman terkadang bisa menjadi
tebal, kadang pula menjadi tipis, karena amal perbuatan yang akan mempengaruhi
hati. Sedang hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu. Jadi, bila seseorang
tekun beribadah, rajin taqorrub, maka akan semakin tebal imannya, sebaliknya
bila seseorang berlarut-larut dalam kemaksiatan, kebal akan dosa, maka akan
berdampak juga pada tipisnya iman.
Dalam hal ini, sayyidina Ali pernah berkata :
قال علي كرم
الله وجهه إن الإيمان ليبدو لمعة بيضاء فإذا عمل العبد الصالحات نمت فزادت حتى
يبيض القلب كله وإن النفاق ليبدو نكتة سوداء فإذا انتهك الحرمات نمت وزادت حتى
يسود القلب كله
Artinya : “Sahabat Ali,
Berkata : Sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang putih,
apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut akan tumbuh
dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat
seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka
titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati. “
Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah,
bagaimana rumah tersebut bisa terlihat mewah, terlihat indah, dan megah.
Sehingga padat menarik perhatian dari banyak pihak. Sama halnya dalam ibadah,
bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari sang kholiq, sehingga
dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi
larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai
plus dihadapan- Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas kedudukan kita
hanyalah sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa mungkin kita bekerja,
menjalankan perintah- Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridlonya. Disinilah
hakikat dari ihsan.
BAB III
KESIMPULAN
Iman, islam dan ihsan merupakan tiga rangkaian konsep
agama islam yang sesuai dengan dalil , Iman, Islam dan Ihsan saling berhubungan
karena seseorang yang hanya menganut Islam sebagai agama belumlah cukup tanpa
dibarengi dengan Iman. Sebaliknya, Iman tidaklah berarti apa-apa jika tidak
didasari dengan Islam. Selanjutnya, kebermaknaan Islam dan Iman akan mencapai
kesempurnaan jika dibarengi dengan Ihsan, sebab Ihsan merupakan perwujudan dari
Iman dan Islam,yang sekaligus merupakan cerminan dari kadar Iman dan Islam itu
sendiri. Akan tampak bahwa Muhammad itu benar dan jujur, bahwa Allah berhak
untuk disembah, bahwa Islam itu agama yang sempurna yang berhak dianut sekalian
umat manusia.
“...ISLAM BUKAN SEKEDAR HALAL HARAM ATAU RETORIKA SURGA NERAKA, TAPI ISLAM
ADALAH JALAN PANJANG MENUJU KEBAHAGIAN SESUNGGUHNYA, LAKSANA MERCUSUAR DI
LAUTAN YANG GELAP, ISLAM ADALAH PETUNJUK ARAH AGAR LANGKAH KITA TERARAH...”
DAFTAR PUSTAKA
Al Indunssy, Nuruddin,
Rehab Hati, (Purbalingga:
Pustaka Tarbiyah Semesta: 2012)
Al Qarni, ‘Aidh, La
Tahzan, (Jakarta: Qisthi Press: 2012)
Nusadi, Ahmad, dkk, As – Sunnah, (Surakarta: Yayasan Lajnah Istiqomah: 2013)
Busyra, Zainuddin Ahmad, Buku Pintar Aqidah
Akhlaq dan Qur’an Hadis, (Yogyakarta: Azna Books, 2010)
At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin
Abdullah, Ensiklopedia Islam Al-Kamil, (Jakarta: Darus
Sunnah Press, 2010)
Daradjat, Zakiah, dkk., Dasar-dasar Agama
Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996).
[2] HR.
Ath Thobari
[3] At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim
bin Abdullah, 2010, Ensiklopedia Islam Al-Kamil, Jakarta:
Darus Sunnah Press, hlm.88
[4] Wahhab, Muhammad bin Abdul, 2004 , Tiga
Prinsip Dasar dalam Islam,Riyadh: Darussalam, hlm.23-24
